Pelayanan Prima:
“Jembatan Menuju Perguruan Tinggi Excellence ”
Oleh Prof. Dr. Amril M., MA
A. Pendahuluan: Sebuah Rasionalitas
Adalah Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag misalnya, seorang Guru Besar UIN Suska Riau, dalam Islamic’s Contribution in Education to Empower Human Resources, mengatakan bahwa sekolah sebagai wadah perubahan dan pengembangan yang menempatkannya sebagai sarana rekayasa individual dan sosial pengembangan kemanusiaan ke arah pembangunan kehidupan masyarakat yang lebih baik. (Muhmidayeli, 2010: 93)
Fungsi perguruan tinggi sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan fungsi lembaga pendidikan semisal sekolah seperti diungkap oleh Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag di atas bahkan, tanpa bermaksud mengecilkan fungsi sekolah, pada perguruan tinggi justru penerapan fungsinya memiliki muatan jauh melebihi dari sekolah. Alasannya, bukankah pada perguruan tinggi capaian hasil yang dituju sesungguhnya tidak sebatas pada keberhasilan alumninya memiliki kompetensi sesuai apa yang diinginkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan, tetapi sesungguhnya melebihi dari itu yakni kemampuan alumninya menjadi disainer sosial kehidupan masyarakatnya yang lebih bermartabat dan elegan. Fungsi perguruan tinggi seperti ini tentu akan didapatkan jika kinerja lembaga pendidikan ini setidaknya dapat memberikan pelayanan prima terutama pada simpul-simpul kerja yang menyentuh langsung ke arah terujudnya kualitas alumni sebagaimana yang dibebankan pada fungsi perguruan tinggi sebagaimana dipaparkan di atas. Dan ketika fungsi perguruan tinggi seperti ini dapat terealisasikan, pada saat ini lah perguruan tinggi tersebut layak disebut excellence.
Keniscayaan akan sebuah perguruan tinggi excellence saat ini telah menjadi keinginan besar pada hampir di setiap perguruan tinggi tidak saja pada level nasional bahkan international. Oleh karena itu lah di beberapa negara saat ini telah ditemukan semacam orgasinsasi akreditasi yang memiliki wewenang untuk mengelola peguruan tinggi excellence seperti ini. Badan seperti ini berdiri secara independen yang memiliki spesifikasi masing-masing, misalnya ABET, AUNQA, ENQA Board dan masih banyak lagi badan-badan seperti ini yang intinya mengelola dan menerbitkan sertifikat akreditasi untuk perguruan tinggi dan progam studinya untuk mendapat perguruan tinggi excellence pada level international tentunya.
Terkait dengan sebutan perguruan tinggi excellence saat ini tidak pula terlepas dari posisi ranking perguruan tinggi itu baik tingkat nasional ataupun internasional. Asumsi yang berkembang saat ini bahwa ranking sebuah perguruan tinggi sesungguhnya memiliki kaitan dengan kepemilikan setifikat dari sebuah lembaga akreditasi yang selanjutnya dinilai memiliki kualitas yang berimplikasi pada kepercayaan masyarakat dan pengguna alumni yang dihasilkan dari perguruan tinggi tersebut. Hal seperti ini juga memicu kuat bagi perguruan tinggi untuk mendapatkan sertifikasi internasioal atau pun nasional sebagai bagian untuk mendapatkan posisi ranking terbaik dunia atau nasional sedemikian rupa termasuk pada perguruan tinggi excellence sebagai sebuah prestasi kualitas mutu yang dapat dibanggakan. Persoalan yang dihadapi saat ini adalah pada aspek -aspek kerja mana saja sebuah kinerja perguruan tinggi itu memungkinkan untuk mendapatkan pengakuan kualitas internasional dan nasional baik sebagai perguruan tinggi excellence ataupun menempati posisi atas rangking nasional maupun dunia.
B. Pelayanan Prima
Pelayanan prima itu sesungguhnya merupakan terjemahan istilah excellence service yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku yang dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan prima selain memiliki standar sebagai ukuran dalam memberikan pelayanan yang dikatakan mendapat kategori baik, juga ada upaya pelayanan yang terus menerus dilakukan ke arah yang terbaik sebagai inti kinerja pelayanan prima.
Pemaknaan yang sama juga ditampilkan oleh Atep Adya Brata bahwa pelayanan prima adalah kepedulian terhadap pelanggan dengan memberikan pelayanan yang terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya agar mereka selalu loyal kepada organisasi /perusahaan. (Atep Adya Brata, 2007: 27)
Implikasi intenal dari makna pelayanan prima di atas sesungguhnya memberikan pemahaman bahwa pelayanan prima akan niscaya ke arah peningkatan kualitas pekerjaan pelaku atau kinerja sebuah organisasi termasuk lembaga-lembaga pendidikan untuk terus menerus melakukan transformasi diri melalui peningkatan kinerjanya sehingga pelayanan baik dalam bentuk jasa maupun produk barang yang dihasilkannya benar-benar disukai dan disenangi oleh masyarakat. Sedemikian rupa pemaknaan seperti ini lah sesungguhnya yang memungkinkan pelayanan prima menjadi sesuatu yang amat strategis bagi sebuah organisasi kerja untuk terus menerus memacu kinerja ke arah yang lebih baik. Untuk yang teakhir ini lah sesungguhnya substansi misi pelayanan prima itu.
C. Perguruan Tinggi Excellence ?
Memahami kata excellence dalam konteks perguruan tinggi memang diakui memiliki cara pandang yang berbeda-beda, sedemikian rupa pemaknaan terhadap sebuah perguruan tinggi itu excellence akan berbeda-beda pula satu dengan lainnya. Namun demikian di balik keragaman makna excellence itu sesungguhnya ada kata kunci yang dapat dipakai untuk memahami apa sesungguhnya makna yang melekat pada excellence itu.
Secara generik dikatakan bahwa excellence itu adalah pemenuhan terhadap tuntutan dari standar tertentu. Artinya makna excellence itu muncul ketika telah terpenuhinya standar tertentu yang terwakili pada tujuan yang telah dicapai. Pemaknaan generik seperti ini membawa pada satu pemaknaan umum bahwa exellence is as a mark of distinction, describing something that is exceptional, meritocratic, outstanding and exceeding normal expectations. (Manuel Busoni, et all; 2014: 21). Dari pendapat ini dapat dipahami bahwa exellence termuati oleh sesuatu makna terhadap sebuah layanan berupa yang melampaui dari hal-hal yang umumnya, atau melampui sesuatu kelaziman dan seterusnya.
Terkait dengan pemaknaan perguruan tinggi excellence tentu dapat dipahami bahwa kualitas dan produk kenerja dari perguruan tinggi tersebut melebihi kelaziman dari perguruan tinggi lainnya, terutama pada aspek-aspek kerja tertentu yang meniscayakan sebuah perguruan tinggi itu disebut excellence.
Sebagaimana disinggung di atas bahwa pemaknaan aplikatif pada excellence memiliki keberagaman tentunya pemaknaan perguruan tinggi excellence memiliki keberagaman pula. Keragaman pemaknaan perguruan tinggi ini sesungguhnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kondisi dan konteks serta perspektif yang dibangun baik oleh masyarakat maupun dari perguruan tinggi itu sendiri. Dalam hal ini standar menjadi amat menentukan akan kualitas yang akan diinginkan, selain itu juga standar berfungsi sebagai alat penanda tingkat keberhasilan ke-excellence-an suatu perguruan tinggi. Dalam makna seperti ini lah disebut bahwa excellence berada dalam pemahaman “Exceeding high standards” dan “Checking Standards” (Manuel Busoni, et all; 2014: 23)
Pemaknaan excellence pada perguruan tinggi pada era glabalisasi saat ini dikaitkan pula dengan posisi rangkin perguruan tinggi itu baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Hanya saja pemaknaan excellence pada kategori ini dalam banyak penilaian para ahli lebih menekankan pada ranah riset dibanding ranah pengajaran dan pembelajaran. Pemakaan excellence juga dikaitkan dengan tingkat elit sebuah institusi. Karenanya sebuah perguruan tinggi yang menempati angka rangking lebih tinggi dinyatakan dan dipahanmi lebih elit dibandingkan dengan posisi perguruan tinggi yang menempati posisi dibawahnya.. In fact, global university rankings are considered as one of the main carriers of excellence. pada halaman lain di jumpai pula bahwa …. when one examines institutions that are classified as excellence, one can see that they are described as ‘elite institutions’. ( Manuel Busoni, et all; 2014: 24 dan 32).
Sungguhpun sebagian para ahli menilai bahwa sebutan excellence bagi sebuah peguruan tinggi justru akan mempertajam kesenjangan satu perguruan tinggi dengan lainnya, namun pada saat ini predikat perguruan tinggi seperti ini telah menjadi sebuah kebutuhan, terlebih lagi saat ini global recognition bagi sebuah perguruan tinggi telah menjadi kebutuhan jika tetap eksis dalam persaingan global saat ini. Excellence, thus, is more likely to be found at the ‘elite’ end of modern systems than elsewhere’
Pemaknaan perguruan tinggi excellence dari masyarakat ini biasanya muncul setidaknya dari dua sisi yakni perspektif penilaian eksternal dan perspektif penilaian internal. Perspektif penilaian eksternal lazimnya datang dari masyarakat diataranya menilai dari sisi reputasi yang dimiliki oleh perguruan tinggi tersebut, selain itu juga kualitas kinerja alumninya di dalam masyarakat atau dunia kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan dari perspektif internal penilaian muncul pada sistem kinerja yang prima pada aspek-aspek layanan akademik sebagai jantung kerja di perguruan tinggi. Pada dua perspektif penilaian ini, yakni eksternal dan internal ini lah sesungguhnya penilaian sebuah perguruan tinggi itu disebut excellence atau belum. Meskipun perlu disadari bahwa penilaian perspektif eksternal ini sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari hasil yang didapat dari penilaian perspektif internal, sedemikian rupa penilaian dari perspektif internal dapat diposisikan pada variabel (X) penentu bagi penilaian dari perspektif eksternal (Y). Karenanya excellence dari sebuah perguruan tinggi sesungguhnya terletak pada excellence kinerjanya, yaitu internal.
Pemahaman excellence seperti ini merupakan pemahaman yang menempatkan maknanya meliputi pada input dan output/outcome. Dalam pengertian seperti ini dapat dipahami pula bahwa mahasiswa yang diterima adalah yang telah mencapai standar yang terbaik dari yang baik, kemudian diberikan perlakukan pembelajaran dan suasana akademik yang juga memiliki standar yang excellence, seterusnya tentu akan melahirkan alumni-alumni yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang setidaknya tidak mengecewakan tututan masyarakat dan dunia kerja dimana mereka berada.
D. Kinerja Perguruan Tinggi Excellence
Sesungguhnya banyak aspek kerja yang ikut menentukan bagi perguruan tinggi untuk tetap dalam jalurnya yang bergerak bagi peningkatkan dan pengembangan eksistensi diri perguruan tinggi tersebut. Untuk ini setidaknya beberapa ahli telah mengidentifikasi aspek yang mesti terikutkan untuk kepentingan ini. Adalah Manuel Busoni, et all; 2014: 9-14 misalnya mengklasifikasikan aspek yang meniscayakan sebuah perguruan tinggi itu berada pada posisi excellence, yaitu
1. Excellence in Management yang meliputi aspek leadership yang memiliki komitmen untuk memfasilitasi pencapaian visi dan misi perguruan tinggi serta mengembangkan nilai dan sistem untuk segera diaplikasikan dalam program dan perilaku nyata. Hal ini dapat didukung misalnya dengan a. policy and strategy yang berorientasi pada a stakeholder-focused strategy. b. patnership and resources; merencanakan dan mengatur mitra kerja eksternal dan sumber daya internal untuk mendukung kebijakan dan strategi serta efektifitas keberlangsungan proses tersebut. c. process management; dilakukan dalam bentuk mendisain, mengatur dan meningkatkan proses untuk memenuhi kepusaan dan menggerakkan peningkatan nilai-nilai bagi konsumen dan stakeholder lainnya.
2. Exellence in Research. Perguruan tinggi mesti membangun kinerja research yang prima, diantaranya ditandai dengan orientasi quality that is world-leading in terms of originality, significance and rigour dan quality that is recognised nationally in terms of originality, significance and rigour serta menghindari quality that falls bellow the standar of nationally recognised work (or work which does not meet the published definition of research for the purposes of this assessment)
3. Exellence in Teaching. Ditandai dengan pembelajaran yang fokus dan penguatan pada; 1. on the student, on student learning and on personal support for students and their development, bukan pada on formal teaching; 2. on the wider learning environment and the development of the curriculum or programme, bukan semata tertumpu pada a micro focus on teaching; 3. Student’s feedback ratings on teacher, on the teacher’s research record and subject knowledge, on the learning environment or on the process of developing teaching; 4. on efforts to develop teaching, especially through innovation, through influencing others and through leadership of teaching; 5. on the scholarship of teaching’ as a particularly highly valued form of the development of teaching
4. Exellence in Student Performance ditandai dengan capaian hasil pembelajaran mahasiswa yang fokus pada; a. on the development of high achieving, talented student; b. entry into institutions is highly selective, based not only on previous academic performance but also on the audition of candidates. c. courses offer a high percentage of practical training and personal instruction. d. student achievement is assessed primarily on the quality of performance. The development of technical skill is combined with academic study and professional development, e. individual tuition forms the major component of course delivery, and students spend many hours in practicing and developing their technical ability. f. etc.
Mencemati simpul-simpul kerja yang meniscayakan sebuah peguruan tinggi itu dapat meraih predikat excellence dan menempati rangking top dunia baik pada wilayah nasional, regional maupun internasional maka seyoyanya kinerja perguruan tinggi diarahkan dan dikonsentrasikan pada simpul-simpul kerja seperti disebutkan di atas. Dengan menempatkan perhatian dan berfokus pada simpul-simpul kerja di perguruan tinggi seperti di atas maka perguruan tinggi yang bersangkutan akan dapat meraih predikat excellence dan sebutan lain sebagaimana yang ditampilkan oleh para pengguna jasa perguruan tinggi saat ini.
Justru itu setiap perguruan tinggi saat ini semestinya sudah memulai kinerjanya pada penguatan simpul-simpul kerja setidaknya pada empat simpul kerja yang meniscayakan perguruan tinggi yang bersangkutan dapat meraih pengakuan excellence. Tanpa terkecuali temasuk UIN Sulthan Syarif Kasim Riau. Hanya dengan menerapkan empat simpul kerja seperti disebukan di atas ini lah UIN Suska Riau akan dapat menentukan eksistensi jati dirinya sebagai perguruan tinggi yang diminati dan dipercaya oleh masyarakat dalam menghadapi persaingan dunia global saat ini.
E. Kesimpulan
Tantangan dan persaingan dunia global saat ini disadari atau tidak, suka atau pun tidak , secara bertahap telah menerpa eksistensi perguruan tinggi. Eksistensi perguruan tinggi akan mudah goyah dan bahkan tumbang bila perilaku kinerjanya masih tersekat kaku dalam rutinitas tanpa kreativitas yang meniscayakan mandulnya kualitas.
Peningkatan outputs/ outcomes yang sarat kualitas kemudian mampu bersaing di dalam kehidupan dunia global tanpa batas, semesti dijadikan acuan utama dalam setiap geliat kerja seluruh sivitas akademika di perguruan tinggi dimulai dari atas sebagai penggagas hingga pada staf yang bertugas. Visi dan misi universitas dan fakultas jangan dibiarkan menjadi normativitas dan legalitas akademis yang menempel di dinding universitas dan fakultas yang hanya sebagai penghias dan ranah debat rasionalitas tanpa batas.
Pelayanan prima di perguruan tinggi mesti dijadikan modal teratas bagi implementasi excellence in management, exellence in research, exellence in teaching dan exellence in student performance sebagai penanda sebuah perguruan tinggi itu berkualitas. Dalam pemaknaan seperti ini lah dimaksudkan bahwa pelayanan prima merupakan jembatan emas menuju perguruan tinggi excellence .
Pada posisi ini lah sejatinya eksistensi UIN Suska Riau ditempatkan sehingga secara niscaya tidak akan terlindas dan terhempas di dalam pertarungan global yang menuntut efektifitas dan kualitas. Semoga
F. Kepustakaan
Atep Adya Brata, Dasar-Dasar Pelayan Prima, Elia Media Komputindo, Jakarta, 2007
Manuel Busoni, et all, The Concept of Excellence in Higher Education, ENQA, Brussels, Belgium, 2014
Muhmidayeli., Islamic’s Contribution in Education to Empower Human Resources, 2010
Sutopo dan Suryanto, Pelayanan Prima, LAN, Jakarta, 2003
Pekanbaru, 16 Juni 2016