oleh: Prof. Dr. Amril M., MA
A. Pendahuluan: Sebuah Rasionalitas
Dalam wacana pendidikan, diakui bahwa kurikulum memang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari apa yang disebut dengan pendidikan formal atau sekolah bahkan satuan kependidikan dan kelembagaan. Arti penting dan strategis keberadaan kurikulum di dalam dunia kelembagaan pendidikan semisal sekolah dan perguruan tinggi saat ini sangat menentukan. Posisi kurikulum seperti ini terimplikasi dari makna kurikulum yang saat ini dipahami sebagai jantung dari denyut gerak apa pun aktivitas di dalam kelembagaan dan kesatuan pendidikan yang sesungguhnya diberangkatkan dan diberakhirkan pada kurikulum. Dengan kata lain dapat dikatakan pula bahwa kurikulum memiliki “kepastian” sebagai pedoman bagi aktivitas pendidikan dan pembelajaran dalam suatu satuan pendidikan dan kelembagaan pendidikan, sekaligus juga kehadirannya merupakan sebuah keniscayaan.
Prof. Dr. Muhmidayeli.,M.Ag misalnya mengatakan bahwa kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang cukup berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Kurikulum dikatakan efektif manakala kurikulum tersebut mampu menyiapkan lulusannya sesuai kepentingan masyarakat. Hal ini penting diupayakan mengingat kurikulum merupakan jantung aktivitas dan prosesnya pendidikan (Muhmidayeli, 2013: 82)
Tidak dapat disangkal bahwa kinerja perguruan tinggi saat ini belum semuanya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan tinggi itu sendiri setidaknya diukur dari aturan yang berlaku. Hal ini disinyalir diantaranya masih berlangsungnya kinerja di perguruan tinggi yang belum efektif dan akuntabel, terutama bila diukur kiprah produktif outputs/ outcames-nya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Kecuali itu, kesenjangan penguasaan kompetensi pada standar minimal yang dimiliki oleh outputs/outcomes antara prodi yang sama telah pula menjadi potret buram kesenjangan kualitas pada masing-masing perguruan tinggi.
Diakui bahwa memang banyak persoalan yang terikutkan kenapa capaian outputs/ outcomes memiliki kesenjangan yang bervariasi antar prodi di berbagai perguruan tinggi, jawaban sementaa setidaknya dibeikan adalah lantaran masih lemahnya pedoman baku dalam hal ini kurikulum dengan turunannya, sebagai tuntunan kinerja di perguruan tinggi yang secara spesifik menunjukkan kompetensi yang terukur yang mesti dimiliki oleh mahasiswa, setidaknya pada pencapaian dasar minimal antara prodi di perguruan tinggi.
Kurikulum peguruan tinggi pada KKNI ini merupakan master plan pembelajaran yang sesungguhnya tidak saja mencakup pada ranah intended curriculum tetapi juga masuk pada ranah actuated curriculum. Dengan dua ranah ini menjadikan kurikulum tidak hanya berhenti pada wacana intended-theoritic akademik-idealistik semata, tetapi masuk secara aktif dan produktif pada praxis-actuated pembelajaran dengan segala turunannya. Dalam kondisi seperti ini lah sesungguhnya kurikulum mecuatkan identitas dirinya dalam pengelolaan sebuah kinerja pendidikan.
Tagihan perundang-undangan yang ada saat ini pada perguruan tinggi untuk menempatkan kurikulumnya selaas dengan komptensi KKNI sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk meretas kesenjangan capaian kompetensi antara prodi yang sama di perguruan tinggi yang diantaranya berawal dari kinerja prodi yang belum efektif dan akuntabel. Hal seperti ini setidaknya dapat ditangkap diantara misi KKNI itu sendiri yaknki penguatan kinerja akademik yang efektif dan akuntabel di prodi-prodi perguruan tinggi sehingga arah dan tujuan kualitas yang hendak dicapai pada outputs/outcomes dari sebuah prodi di berbagai perguruan tinggi tidak lagi memiliki kesenjangan setidaknya mendekati kesamaan kualitas capaian pembelajaan pada level dasar.
Tulisan ini mencoba melihat peranan Kurikulum KKNI di perguruan tinggi yang mampu mengembangakan efektifitas dan akuntabilitas kinerja prodi yang akan menghasilkan capaian yang memuaskan dengan terlebih dahulu menelaah konsep KKNI itu sendiri.
B. KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia)
KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden No. 08 tahun 2012 yang secara substantif memuat makna sebagai berikut:
1. KKNI adalah kerangka penjenjangan capaian pembelajaran (learning outcomes) yang dapat menyetarakan, luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor
2. Jenjang kualifikasi adalah tingkatan capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran pencapaian proses pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja
3. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional dan pelatihan yang dimiliki negara Indonesia
4. KKNI terdiri dari 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi I sebagai kualifikasi terendah dan Kualifikasi IX sebagai kualifikasi tertinggi
Mencermati muatan makna substanstif KKNI pada empat makna di atas menunjukkan bahwa adanya semangat penguatan bagi sumber daya manusia Indonesia yang terarah dan terukur melalui Sistem Pendidikan Nasional Indonesia yang dilakukan dalam berbagai lembaga pendidikan dan pusat latihan serta pengalaman kerja yang meniscayakan manusia Indonesia memiliki kompetensi yang diterima oleh pengguna jasanya.
Bila selama ini pengakuan legal kualitas sumber daya manusia Indonesia hanya melalui pendidikan formal saja, namun dengan KKNI capaian-capaian kompetensi yang didapat melalui pendidikan informal dan nonformal atau pusat-pusat latihan kerja bahkan pengalaman kerja diakui dan diapresiasi sebagai sebuah kompetensi yang dimiliki oleh manusia Indonesia. Karenanya pada KKNI tidak ada lagi perbedaan antara capaian kompetensi yang didapat melalui lembaga pendidikan yang berbeda, tetapi yang ada hanyalah capaian kompetensi berdasarkan kualifikasi yang telah ditetapkan dalam KKNI.
Kualitas kompetensi yang didapat tidak lagi ditandai oleh lembaga pendidikan atau latihan kerja mana yang memberikan kompetensi tersebut, tetapi justru pada kualitas kompetensi ini yang dimiliki seseorang yang ditandai pada ketercapaiannya pada kualifikasi yang telah ditetapkan oleh KKNI. Apakah kompetensi itu didapat melalui jalur pendidikan fomalal, informal atau nonformal atau pengalaman kerja (Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kemendiknas 2010/2011: 6)
Karakter KKNI terkait dengan kompetensi seperti ini dapat dipandang sebagai salah satu bentuk penyebarluasan usaha pendidikan yang tidak lagi disekat oleh dinding-dinding sekolah atau lembaga pendidikan formal sebagaimana lazimnya selama ini dipraktekkan dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. KKNI mengapresiasi secara legal kompetesi yang dimiliki oleh siapa saja dan didapat pada lembaga pendidikan mana saja asalkan memiliki ketercapaian pada kualifikasi yang telah ditetapkan.
C. KKNI: KURIKULUM PERGURUAN TINGGI BERBASIS KOMPETENSI
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan.
KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja nasional, dan sistem penilaian kesetaraan capaian pembelajaran (learning outcomes) nasional, yang dimiliki Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia nasional yang bermutu dan produktif.
Dalam KKNI ditetapkan secara eksplisit penjenjangan kompetensi yang mesti diberikan oleh lembaga pendidikan sedemikian rupa outputs/ out comes dari suatu jenjang pendidikan benar-benar dapat menguasi kompetensi yang telah ditetapkan sesuai dengan penjengan yang telah ditetapkan. KKNI yang berisikan sembilan jenjang kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang produktif.
Deskripsi kualifikasi pada setiap jenjang KKNI secara komprehensif mempertimbangkan sebuah capaian pembelajaran yang utuh, yang dapat dihasilkan oleh suatu proses pendidikan baik formal, non formal, informal, maupun pengalaman mandiri untuk dapat melakukan kerja secara berkualitas. Deskripsi setiap jenjang kualifikasi juga disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni, serta perkembangan sektor-sektor pendukung perekonomian dan kesejahteraan rakyat, seperti perindustrian, pertanian, kesehatan, hukum, dan aspek lain yang terkait.
Capaian pembelajaran pada setiap penjenjangan di KKNI ini juga mencakup aspek-aspek pembangun jati diri bangsa yang tercermin dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhineka Tunggal Ika yaitu menjunjung tinggi pengamalan kelima sila Pancasila dan penegakan hukum, serta mempunyai komitmen untuk menghargai keragaman agama, suku, budaya, bahasa, dan seni yang tumbuh dan berkembang di bumi Indonesia.
Perguruan tinggi sebagai wadah penyiapan sumberdaya manusia yang sistematis dan masif tentunya sudah semestinya menyesuaikan kurikulumnya dengan makna substantif KKNI seperti dipaparkan di atas.
Menyadari arti pentingnya KKNI bagi kelangsungan eksistensi kualitas perguruan tinggi ini, setidaknya dapat dipahami dai tagihan UU No. 12 tahun 2021 Pendidikan Tinggi pasal 29 dinyatakan bahwa KKNI menjadi acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan pendidikan akademik, pendidikan vokasi dan pendidikan profesi. Begitu pula Permendikbud RI Nomor 73 tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi. Pada pasal pasal 10 ayat 4 menyebutkan peguruan tinggi mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Setiap program studi wajib menyusun deskripsi capaian pembelajaran minimal mengacu pada KKNI bidang pendidikan tinggi sesuai dengan jenjang.
2. Setiap program studi wajib menyusun kurikulum, melaksanakan, dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum mengacu pada KKNI bidang pendidikan tinggi sesuai dengan kebijakan, regulasi, dan panduan tentang penyusunan kurikulum program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
3. Setiap program studi wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu internal untuk memastikan terpenuhinya capaian pembelajaran program studi
Tuntutan dari undang-undang dan permen istekdikti seperti disebutkan di atas mengeksplisitkan secara tegas bahwa kurikulum peguruan tinggi, tentunya kurikulum pada setiap prodi, mesti telah memiliki kurikulum KKNI, dimulai dai perumusan capaian pembelajaran minimal yang mengacu pada KKNI dan menyusun kurikulum, melaksanakan, dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum mengacu pada KKNI serta mengembangkan sistem penjaminan mutu internal untuk memastikan terpenuhinya capaian pembelajaran program studi. Tuntutan undang-undang dan peratuan di atas tehadap progam studi merupakan tntutan mutlak dan adanya ketejaminan kurikulum perguruan tinggi dalam kerangka KKNI yang terus dilaksanakan dan dievaluasi serta dikembangakan melalui kinerja sisitem penjaminan mutu di tingkat prodi.
KKNI sebagai kurikulum bagi pendidikan tinggi di Indonesia saat ini dapat dikatakan merupakan jawaban implementatif dari makna substantif kurikulum seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Muhmidayeli., M.Ag di atas. Pernyataan seperti ini sesungguhnya tidak berlebihan karena bukankah diantara manfaat dan dampak KKNI dalam jangka panjang sesungguhnya bertujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luas kepada lulusan dari sebuah pendidikan formal, informal maupun nonformal atau pengalaman kerja dapat berkiprah produktif dalam masyarakat tidak saja pada kawasan nasional, regional bahkan internasional.
Dari paparan di atas menunjukkan bahwa KKNI selain menyetarakan hasil capaian pembelajaran di PT dengan tempat atau lembaga di luar pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja, tetapi lebih dari itu yakni memberikan kesempatan pada anak Indonesia untuk memiliki kesetaraan dengan kemampuan bangsa lain sehingga anak Indonesia memiliki akses untuk bekerja secara mendunia dengan pengakuan yang tinggi sesuai dengan levelnya.
Guna merealisasikan kurikulum untuk masing-masing prodi di perguruan tinggi sebagaiman tuntutan perundang-undangan di atas maka setidaknya penyusunan kurikulum KKNI ini dapat dilakukan dalam bebara tahapan kerja di masing-masing prodi. Tahapan kerja ini adalah sebagai berikut
1. Merumuskan Profile. Profile dalam keberhasilan capaian sebuah kompetensi memang diakui sebagai kata kunci untuk kepentingan ketepan kompetensi yang mesti dimiliki oleh outputs/outcomes. Kompetensi apa saja yang akan dimiliki outputs/outcomes sesungguhnya merupakan hasil kajian dari apa yang disebut dengan analisis Swot satu sisi dan Trace study pada sisi lain. Pada analisis Swot perlu dikaji misalnya kebijakan apa saja dari universitas dan progam studi; university value dan departement sciantificv ision. Begitu pula pada Traces Study perlu dilihat secara jeli dan cermat masukan dari asosiasi dan stakeholdes; need assesment dan market signal. Karenanya perumusan profile benar-benar menunjukkan suatu kompetensi yang dapat diukur dan realistis. Untuk melaksanakan ini semua perumusan profile dapat dilakukan dengan membangun kerja sama perguruan tinggi /prodi dengan stakeholders dan alumni. Kepentingan kedua aspek ini, internal dan eksternal perlu dipelajari dan dirumuskan secara matang sehingga tidak dimungkinkan tidak terlupakan satu demi lainnya. Merumuskan capaian pembelajaran merupakan langkah kedua setelah merumuskan profile dalam mengembangkan kurikulum KKNI ini
2. Merumuskan capaian pembelajaan (CP); Karena merupakan rumusan tujuan pendidikan dan pernyataan mutu lulusan, perumusan CP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan kurikulum program studi. CP lulusan program studi selain merupakan rumusan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan harus dimilki oleh semua lulusannya, juga merupakan pernyataan mutu lulusan. Oleh karena itu, program studi berkewajiban untuk memiliki rumusan CP yang dapat dipertanggungjawabkan baik isi, kelengkapan deskripsi sesuai dengan ketentuan dalam SN DIKTI, serta kesetaraan level kualifikasinya dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Merujuk pada SN DIKTI yang dimuat pada Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 menyebutkan bahwa CP atau SKL (standar kompetensi lulusan) paling tidak memuat empat kemampuan yakni
a. Sikap; merupakan perilaku benar dan berbudaya sebagai hasil dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial melalui proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian, dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran dengan tetap merujuk pada SN DIKTI. Penambahan pada unsur sikap dimungkinkan bagi program studi sebagai penciri perguruan tinggi pada lulusan atau bagi program studi yang lulusannya membutuhkan sikap-sikap khusus untuk menjalankan profesi tertentu.
b. Pengetahuan; Tingkat penguasaan, keluasan dan kedalaman pengetahuan yang merupakan ciri progam studi. penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah bidang ilmu tertentu secara sistematis yang diperoleh melalui penalaran dalam proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran. Hasil rumusan pengetahuan harus memiliki kesetaraan dengan Standar Isi Pembelajaran dalam SN DIKTI. Unsur pengetahuan harus menunjukkan dengan jelas bidang/cabang ilmu atau gugus pengetahuan yang menggambarkan kekhususan program studi, dengan menyatakan tingkat penguasaan, keluasan, dan kedalaman pengetahuan yang harus dikuasai lulusannya. Dalam pemetaan atau penggambaran bidang keilmuan tersebut dapat menggunakan referensi rumpun ilmu atau bidang keahlian yang telah ada atau kelompok bidang keilmuan/pengetahuan yang dibangun oleh program studi sejenis.
c. Keterampilan; Kemampuan melakukan unjuk kerja dengan menggunakan konsep teori, metode, bahan, dan/atau instrumen, yang diperoleh melalui pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran. Unsur keterampilan dibagi menjadi dua yakni keterampilan umum dan keterampilan khusus. Tingkat kemampuan kerja disesuaikan dengan kuliikasi yang ada dalam deskripsi KKNI.
1) Keterampilan umum merupakan kemampuan kerja umum yang wajib dimiliki oleh setiap lulusan dalam rangka menjamin kesetaraan kemampuan lulusan sesuai tingkat program dan jenis pendidikan tinggi. Unsur keterampilan umum harus mengandung makna yang sesuai dengan rincian unsur ketrampilan umum yang ditetapkan di dalam SN DIKTI. Penambahan pada unsur keterampilan dimungkinkan bagi program studi untuk menambahkan ciri perguruan tinggi pada lulusan.
2) Keterampilan Khusus merupakan keterampilan kerja spesiik terkait dengan bidang keilmuan/ keahlian bidang prodi. Unsur keterampilan khusus harus menunjukkan kemampuan kerja di bidang yang terkait program studi, metode atau cara yang digunakan dalam kerja tersebut dan tingkat mutu yang dapat dicapai, serta kondisi/proses dalam mencapai hasil tersebut. Lingkup dan tingkat keterampilan harus memiliki kesetaraan dengan lingkup dan tingkat kemampuan kerja yang tercantum di dalam deskripsi CP dalam kerangka KKNI menurut jenis dan jenjang pendidikan. Jumlah dan macam keterampilan khusus ini dapat dijadikan tolok ukur kemampuan minimal lulusan dari suatu jenis program studi yang disepakati. (Direktoat Pembelajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , Panduan Penyusunan Capaian Pembelajaran Lulusan Progam Studi, 2014: 9)
3. Merumuskan Bahan Ajar-Kajian dan Mata Kuliah serta Beban SKS
Pada tahap ini perlu dibuat dalam sebuah matrik yang tediri dari rumusan capaian pembelajaran (tahap kedua diatas ) dan Bahan kajian. Umusan CP ditampilkan sedemikian rupa berurutan, sedangkan pada Bahan kajian tediri dari, misalnya, kelompok Inti keilmuan, IPTEKS pendudukung, IPTEKS Pelengkap, yang dikembangkan, untuk masa depan dan ciri peguruan tinggi. Kelompok bahan kajian ini tediri dari beberapa mata kuliah, misalnya pada kelompok Inti keilmuan tediri dari mata kuliah a, b, c dan d. Begitu pula kelompok IPTEKS Pendukung tediri pula beberapa matakuliah nantinya. Begitu seterusnya. Sedemikian rupa dengan menselaraskan antara CP dengan bahan kajian serta kelompok mata kuliah akan ditemukan mana kelompok mata kuliah A, mata kuliah B dan mata kuliah C . Pda posisi seperti ini juga ditentukan jumlah SKS pada setiap mata kuliah dengan telebih dahulu menelaah kedalaman dan keluasan yang akan dimiliki oleh outputs/outcomes setelah mempelajari satu mata kuliah tertentu. Pedoman untuk menentukan keluasan dan kedalaman yang berimplikasi pada jumlah SKS teori Manzano cukup layak untuk dipedomani.
Mata Kuliah dalam kurikulum SN DIKTI disebut sebagai Pembungkus bahan kajian. Oleh karenanya CP menjadi pedoman bagi penelaahan bahan kajian. Dengan kata lain Bahan kajian merupakan media untuk pencapaian CP yang merupakan muatan dalam pembelajaran.
Perlu dipedomani beberapa aspek untuk penentuan jumlah SKS pada setiap mata kuliah, yakni antara lain 1) metode/strategi pembelajaran yang dipilih, 2) tingkat kedalaman dan keluasan bahan kajian yang harus dikuasai dan 3) besarnya sumbangan ‘capaian pembelajaran’ mata kuliah ini dalam kerangka pencapaian learning outcomes lulusan.
4. Struktur, Dokumen Kurikulum dan Rencana Pembelajaran.
Struktur, Dokumen Kurikulum serta Rencana Pembelajaan adalah hasil dari tiga tahapan pekerjaan yang telah dilalui diatas yakni rumusan Profile, Capaian Pembelajaan dan Rumuskan bahan ajar-kajian dan Mata Kuliah serta Beban SKS
Dari paparan di atas setidaknya empat tahapan dalam menyusun kurikulum perguruan tinggi dengan mengacu pada KKNI dan SN DIKTI menunjukkan bahwa kompetensi yang mesti dimiliki oleh outputs/outcomes adalah kompetensi yang dihasilkan dari kajian yang sangat menyeluruh. Dimulai dari kemampuan apa yang dimiliki outputs/outcomes yang terumuskan pada Profile, kemudian rumusan Capaian Pembelajaran (CP) yang terukur bagi tercapainya Profile yang telah ditetapkan, selanjutnya ditetapkan pula Bahan ajar dan kajian dan Mata kuliah yang diingi dengan sebaran jumlah SKS per mata kuliah. Kesemuanya ini didapat dengan mempedomani CP. Terakhir baru lah didapatkan Struktur, Dokument Kurikulum
D. KKNI: Meningkatkan Efektifitas dan Akuntabilitas Perguruan Tinggi
Kata efektifitas dan akuntabilitas secara sederhana dapat dikatakan merupakan dua kata yang saling menopang satu terhadap lainnya. Kinerja sebuah perguruan tinggi itu efektif misalnya bila produk kinerjanya dapat menemui sasaran yang telah ditetepkan. Pencapaian kinerja sesuai dengan yang diharapkan membawa pengertian bahwa kinerja perguruan tinggi itu dapat dipertanggung jawabkan setidaknya sesuai dengan standa mutu yang telah ditetapkan. Ketika kinerja sebuah perguruan tinggi dapat dipertanggung jawabkan sepeti ini berarti kinerja perguruan tinggi tersebut dapat dikatakan akuntabilitas. Karena bukankah makna dari akuntabilitas itu sesungguhnya penunjukkan pada sebuah kinerja dalam sebuah organisasi kerja atau lembaga bahkan pemerintahan dan bahkan negara dapat dipertanggung jawabkan kepada semua masyarakat atau lebih tepatnya pemangku kepentingan atau stakeholder.
J.B. Ghartey misalnya memberikan pemahaman tentang akuntabilitas. Menurutnya akuntabilitas itu adalah ditujukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Pemahaman yang sama juga disampaikan oleh Ledvina V. Carino. Menurutnya akuntabilitas itu merupakan suatu evaluasi kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah berada jauh di luar tanggungjawab dan kewenangannya. (LAN RI dan BPKP, 2001: 22-23)
Pemahaman akuntabilitas sesungguhnya merupakan pertanggungjawaban atas pelayanan dari sebuah kinerja yang dilakukan selama periode tertentu oleh seorang petugas atau sebuah organisasi atau lembaga kepada masyarakat luas terutama stakeholder (pemangku kepentingan ) yang secara langsung telah menerima layanan kinerja tesebut, diminta ataupun tidak diminta.
Sementara efektif itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan ( Martoyo 1998: 4). Pemahaman efektifitas menunjukkan adalah adanya usaha ketepatan memilih sarana dan prasarana sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara memuaskan. Dengan demikian pemahaman efektif dapat dimaknai pula dalam bentuk keberhasilan pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan melalui sarana dan prasarana serta kinerja yang tepat atau meniscayakan tercapainya tujuan.
Terkait dengan KKNI yang memiliki tujuan dasariahnya adalah, diantaranya, peningkatan kualitas capaian hasil pembelajaran pada setiap perguruan tinggi yang merata, tidak ada ketimpangan capaian antara satu prodi yang sama di perguuan tinggi lain, maka dapat dikatakan bahwa KKNI akan selalu menggiring kinerja akademik di perguruan tinggi yang bewatak efektif dan akuntabilitas.
Dikatakan bahwa KKNI dapat mewujudkan kinerja di perguruan tinggi seperti disebutkan di atas mengingat KKNI misalnya memberikan pedoman dari sejak awal pengembangan kurikulum di perguruan tinggi yang benar-benar menuju pada kemampuan anak setelah menyelesaikan tingkat dan jenjang pendidikannya pada prodi tetentu. Misalnya penentuan dalam bentuk apa dan kemampuan apa yang tertampilkan oleh anak setelah meyelesaikan satu jenjang pendidikannya benar-benar dirumuskan secara eksplisit dalam profile alumni pada perguruan tinggi tersebut. Setelah profile dirumuskan melalui rembuk pihak eksternal dan internal selanjutnya dirumuskan pula secara detail capaian pembelajaran dari sebuah mata kuliah yang telah ditetapkan berdasarkan kajian keluasan dan kedalaman dari mata kuliah tesebut. Keluasan mata kuliah adalah mencerminkan kemampuan mengintegasikan dan mendialogkan mata kuliah yang satu dengan mata kuliah yang lain. Di sini mahasiswa dituntut memiliki watak pengembangan ilmu dan menghindari mereka tidak berfikir sempit dan bersedia menerima disiplin ilmu lain yang bekaitan.
E. Kesimpulan
Penguatan jati diri perguruan tinggi melalui penataan kembali kurikulumnya yang memiliki keselarasan dengan tuntutan kompetensi KKNI mengindikasikan bahwa betapa ketimpangan antara hasil capaian pembelajaran di perguruan tinggi dengan kepentingan stakeholders sudah masanya untuk diakhiri. KKNI dengan misi penguatan daya saing sumber daya manusia untuk dapat bersaing konstruktif di dalam kehidupan dunia global dengan tetap bepijak pada kebudayan bangsa dan meningkatkan kualitas kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan umum dan khusus, tentu menempatkan perguruan tinggi menyesuaikan kurikulumnya untuk memenuhi tuntutan KKNI.
Kurikulum perguruan tinggi dalam kerangka KKNI secara implisit sesungguhnya memberi semangat baru bagi kinerja di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan watak KKNI yang bertujuan pada penguatan sumberdaya manusia Indonesia yang dipercaya oleh pasar dan tetap pada landasan budaya bangsa mengidikasikan kinerja efektifitas dan akuntabilitas merupakan pola kerja yang mesti dikedepankan. Oleh karena itu kurikulum perguruan tinggi dalam bentuk yang diinginkan KKNI mesti juga dipahami dalam bentuk usaha penguatan kinerja yang efektif dan akuntabel. Sedemikian rupa kesenjangan kompetensi outputs/outcomes dengan tuntutan stakeholders sebagai lazimnya ditemukan selama ini akan dapat dielimenasi. Belum lagi peningkatan kualitas outputs /outcomes dari perguruan tinggi saat ini telah merupakan keniscayaan.
Khusus bagi UIN Suska Riau pengembangan kurikulum KKNI ini dan Integrasi sudah saatnya segera digesa dan diupayakan bagi setiap progam studi di Universitas Islam Negeri ini. Disamping penguatan kinerja dengan penguatan efektifitas dan akuntabilitas, sudah saatnya pula keilmuan yang berpola Integrasi ditumbuhkembangkan sehingga ciri keilmuan integrasi ini sebagai bentuk ciri pembeda yang diakomodir dalam KKNI, sedemikian rupa, tentu, menjadi daya tarik nantinya bagi stakeholders yang tidak ditawarkan oleh peguruan tinggi umum yang ada. Semoga !!!
Pekanbaru, 3 Juli 2016
Kepustakaan
Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag, Kurikulum Terintegral Untuk Pembelajaran di Perguruan Tinggi Agama Islam:Telaah UU Perguruan Tinggi No. 12 tahun 2012 dalam Kaitannya dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Laporan Penelitian, LPPM UIN Suska Riau, 2013
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kemendiknas RI, Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Qualification Framework Kajian Tentang Implikasi dan Strategi Implementasi KKNI, Jakarta, 2010/2011.
LAN RI dan BPKP, Jakata, 2001
Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta, 2007